Senin, 22 Februari 2010
SILSILAH KETURUNAN H.M.YUSUF SAIGON
Silsilah Keturunan H.M.Yusuf Saigon ini masih sementara mohon maaf kalau ada kekeliruan atau kekurangan,jadi kalau ada yang mau menambahkan silakan kirim data keluarganya yang lebih lengkap.
Data ini dibuat berdasarkan yang di ketahui oleh penulis.
Silsilah ini dibuat untuk mengetahui keturunan dari H.M.Yusuf Saigon yang ada di seluruh indonesia,Khususnya di Kalimantan Barat terutama di "Kampung Saigon".
Senin, 16 Juli 2007
* H.M.Yusuf Saigon
Yusuf Saigon al-Banjari - Ulama Hartawan & Dermawan
SALAH seorang anak Mufti Jamaluddin bin Muhammad Arsyad al-Banjari, ialah Muhammad Thasin al-Banjari. Beliau mengembara ke beberapa buah negeri kerana menyebarkan agama Islam terutama sekali dalam bidang ilmu tajwid. Sewaktu beliau merantau ke Brunei, beliau kawin di sana, memperoleh anak bernama Ramli. Diriwayatkan ramai keturunannya di Brunei dan Sabah. Muhammad Thasin al-Banjari meneruskan perantauannya ke Pontianak, Kalimantan Barat memperoleh tiga orang anak lelaki, yaitu Muhammad Yusuf, Muhammad Arsyad dan Abdur Rahman. Diriwayatkan, bahwa Muhammad Yusuf bin Haji M.Thasin setelah belajar ilmu-ilmu keislaman secara mendalam, beliau meneruskan usaha akhirnya menjadi saudagar intan. Muhammad Yusuf juga merantau ke seluruh tanah Kalimantan. Selanjutnya Muhammad Yusuf merantau ke Sumatera, hingga beliau meneruskan perantauannya ke luar negeri, yaitu ke Saigon dan Kemboja.Saigon adalah nama populer dari "Ho Chi Minh City" ibukota Vietnam. Di negeri yang pernah berkecamuk perang beberapa tahun tersebut, Yusuf hidup berniaga. Dengan menggunakan kapal yang ditumpanginya, kehidupan dengan berdagang di atas sungai dijalaninya. Bertahun-tahun hidup di negeri orang, Yusuf kemudian menemukan tambatan hati seorang gadis Saigon yang bernama Niah. Gadis tersebut kemudian dipersunting dan resmi menjadi istrinya. Setelah melangsungkan perkawinan,beberapa tahun kemudian Yusuf memboyong istrinya untuk kembali melakukan pengembaraan. Kali ini bukannya pengembaraan ke kampung halaman yang ditempuhnya. Yusuf memilih untuk menyinggahi Kesultanan Pontianak, daerah bandar perdagangan yang begitu terkemuka pada saat itu. Kepandaian Yusuf ternyata menarik hati Sultan Pontianak Syarif Muhammad bin Syarif Yusuf Alkadrie (1895—1944). Bahkan Sultan menghargai Yusuf dengan memberikannya sebuah tempat atau kawasan untuk dibangun serta dimukiminya. Pemberian tersebut bermula dari permintaan sang ulama untuk diberikan tempat agar bisa menetap dan mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Hal yang sama dilakukan Yusuf ketika masih menetap di Saigon. Gayung bersambut, bukan hanya pemukiman yang dihadiahkan kepada Yusuf, Sultan juga menitahkan kepada sebagian masyarakat Pontianak pada saat itu untuk menjadikan Yusuf sebagai panutan dan berguru kepadanya. Titah tersebut menjadikan Yusuf sangat bersemangat membangun perkampungan baru yang kini terletak di sepanjang Jalan Tanjung Raya II. Masyarakat yang dititahkan ikut bersamanya kemudian membantu Yusuf membuka tiga buah perkampungan.
Di Pontianak, Muhammad Yusuf membuka tanah perkebunan Karet/Getah yang sangat luas. Setelah usahanya berhasil, diberinya nama kampung itu sebagai “Kampung Saigon”.Keputusan tersebut diterbitkan Sultan dalam prakiraan tahun 1926 Akhirnya beliau sendiri terkenal dengan panggilan Yusuf Saigon dan hilanglah nama Banjarnya. Banyak orang menyangka Muhammad Yusuf adalah orang Saigon bukan orang Banjar. Kedua anak Muhammad Thasin al-Banjari yang tersebut di atas, yaitu Muhammad Yusuf dan Muhammad Arsyad Pontianak, setelah mereka melihat kesuburan pohon-pohon Karet/getah hasil usaha gigih dan susah payah mereka sendiri, bangkitlah kembali cita-cita untuk meneruskan perjuangan moyang mereka, iaitu Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang sangat masyhur itu. Mereka berdua bertekad, bahwa tiada satu perjuangan pun yang lebih mulia, dapat menyelamatkan seseorang sama ada di dunia maupun akhirat, melainkan perjuangan menyebarkan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh para nabi dan rasul Allah. Bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w., nabi dan rasul akhir zaman adalah satu-satunya agama yang wajib diperjuangkan oleh setiap insan Muslim. Urusan mencari dana untuk kepentingan umat Islam ditangani oleh Muhammad Yusuf, sedangkan untuk propaganda dan dakwah dilakukan oleh saudaranya, Muhammad Arsyad. Cita-cita kedua-dua adik beradik itu dikabulkan oleh Allah, kerana dalam tahun 1925 M. datanglah seorang pemuda yang alim dari Ketapang bernama Abdus Shamad yang mendapat pendidikan di Madrasah Shaulatiyah, Mekkah. Salah seorang guru beliau di Madrasah Shaulatiyah, Mekkah ialah Tengku Mahmud Zuhdi bin Abdur Rahman, yang kemudian dikenali sebagai Syeikhul Islam di Kerajaan Selangor. Abdus Shamad ditampung oleh Muhammad Yusuf Saigon, lalu didirikanlah pondok-pondok tempat tinggal para pelajar, ketika itu berdirilah Pondok Pesantren "Saigoniyah" yang dianggap sebagai pondok pesantren yang pertama di Kalimantan Barat. Pesantren tersebut selesai dibangun pada tahun 1927. Sungguhpun demikian, sebenarnya sistem pendidikannya bukan sistem pondok, kerena ia juga mempunyai bangku-bangku tempat duduk para pelajar. Dikatakan sebagai pondok pesantren yang pertama di Kalimantan Barat hanyalah kerena di Pondok Pesantren Saigoniyah yang pertama sekali terdapat pondok-pondok tempat tinggal para pelajar yang dimodali oleh Muhammad Yusuf Saigon. Hanya pondok pengajian inilah satu-satunya pondok pengajian tanpa kelas dan tanpa bangku, sistem pendidikannya sama dengan di Patani, Kelantan, Kedah dan Pulau Jawa. Dalam tahun 1975, beberapa orang kader Pondok Pesantren Saigoniyah dan Dar al-’Ulum bergabung, sama-sama mengajar di Pondok Pesantren Al-Fathaanah di Kuala Mempawah. Oleh itu bererti kelanjutan daripada kedua-dua institusi yang tersebut, masih berjalan terus sampai sekarang. Kader-kader Pondok Pesantren Saigoniyah banyak mengeluarkan kader-kader yang mengajar di beberapa tempat di Kalimantan Barat tetapi sekarang hampir semuanya telah meninggal dunia. Pondok Pesantren Saigoniyah hilang atau tenggelam namanya akibat perang dunia yang kedua, tentera Jepang sangat ganas di Kalimantan Barat. Setelah Jepang kalah, nama itu tidak muncul lagi, nama baru yang muncul dalam tahun 1977 ialah Madrasah Al-Irsyad. Nama baru ini diberikan bertujuan mengabadikan nama Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan nama keturunan beliau, iaitu Muhammad Arsyad. Beliau adalah satu-satunya ulama yang dihormati di Kampung Saigon ketika itu. Sementara Pondok Pesantren yang didirikan Yusuf mencetak santri-santri yang beberapa di antaranya menjadi ulama besar nusantara. Salah satu diantaranya adalah KH Mochtar Natsir, imam besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Dibeberapa tempat di Pulau Jawa Pondok Pesantren mencapai kemajuan, sebaliknya di tempat-tempat yang lain termasuk di Pontianak Kalimantan Barat, Malaysia mengalami kemerosotan, bahkan ada yang hanya dikenang namanya saja, rasanya perlulah insan-insan yang sedar dan insaf berjuang menghidupkannya kembali. Ini kerana sistem pengajian pondok ketika dulu diakui oleh ramai pihak sebagai institusi yang mencerdaskan umat Melayu sejagat. Dengan perkembangan dunia yang serba canggih dan moden, institusi pondok perlu canggih dan moden juga. Pondok Pesantren Saigoniyah yang satu ketika dulu pernah terkenal di Kalimantan Barat, bahkan menjadi dipuji oleh masyarakat Banjar di mana saja mereka berada, sekarang telah tiada. Kita mengharapkan pejuang-pejuang pendidikan sistem pondok dunia Melayu tetap berfikir dan berusaha ke arah sesuatu yang hilang akan ada gantinya. Sebagaimana kita ketahui, Muhammad Yusuf Saigon, yang berperanan dalam pembinaan Pondok Pesantren Saigoniyah, adalah salah seorang keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Perlu juga kita ketahui, dalam zaman yang sama keluarga ini juga menjalankan aktivitas serupa di tempat-tempat lainnya di dunia Melayu, bahkan termasuk juga Mekah. Sebagai contoh Mufti Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mengasaskan pengajian pondok di Parit Hidayat, Sapat, Inderagiri Hilir, Sumatera. Tuan Husein Kedah al-Banjari mengasaskan beberapa tempat pendidikan sistem pondok di Malaysia. Beliau memulakan aktivitinya di Titi Gajah, Kedah, selanjutnya di Pokok Sena, Seberang Perai, Pulau Pinang yang dikenali dengan Yayasan Pengajian Islam Madrasah Al-Khairiah. Selain institusi pendidikan di Pontianak, Kalimantan Barat, Sapat, Inderagiri dan Malaysia sebagaimana yang disebutkan di atas, masih banyak lagi institusi pendidikan keluarga ulama Banjar tersebut di tempat-tempat lain, sama ada di Banjar maupun di Pulau Jawa. Di Bangil, Jawa Timur ada pondok pesantren yang diasaskan keluarga ini, seperti Pesantren Datuk Kelampayan. Pondok tersebut diasaskan oleh al-`Alim al-Fadhil Kiyai Haji Muhammad Syarwani Abdan al-Banjari. Datuk Kelampayan adalah gelaran untuk Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari kerana beliau dimakamkan di Kelampayan. Di Dalampagar (Banjar) sekurang-kurangnya terdapat dua buah institusi pendidikan yang diasaskan oleh keluarga ini, demikian pula di Teluk Selong, Kampung Melayu dan lain-lain. Dua buah madrasah di Dalampagar diberi nama Madrasah Sullam Al-’Ulum dan Madrasah Mir’ah ash-Shibyan. Yang di Teluk Selong diberi nama Madrasah Sabil Ar-Rasyad. Yang di Sungai Tuan diberi nama Madrasah Al-Irsyad. Yayasan yang diasaskan oleh keluarga ulama Banjar tersebut juga terdapat di beberapa tempat, seumpama Yayasan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Yayasan terbentuk dalam rangka haul ulama tersebut yang ke 160 kali oleh panitia (jawatan kuasa) pada 30 November 1967, hari kewafatan beliau yang jatuh pada 7 Syawal 1387 H/7 Januari 1968 M, diadakan di Kompleks Kubah Kelampayan, Kalimantan Selatan. Guru agama dalam keluarga ulama Banjar ini bernama Kiyai Haji Muhammad Saman bin Muhammad Saleh (lahir 3 November 1919) yang telah berhasil mengasaskan Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Makrifatullah wa Makrifatur Rasul Nurul Islam di Banjar dan sejak tahun 1972 telah berhasil mengajar dan berdakwah di negeri Sabah. Ada beberapa orang besar dan tokoh terkemuka di Sabah yang merupakan murid beliau, di antaranya ialah Datuk Mohd Ainal bin Haji Abdul Fattah, PGDK, LLB, MBA (UMS), penyusun buku Dokumentasi Pilihan Raya Ke-11, cetakan pertama tahun 2005 yang lengkap dengan pelbagai gambar. Buku tersebut telah dilancarkan oleh Datuk Seri Abdullah Badawi, Perdana Menteri Malaysia pada hari Jumaat 22 Julai 2005 di Pusat Dagangan Dunia Putera (PWTC). PENULISAN Muhammad Arsyad bin Haji Muhammad Thasin al-Banjari adalah seorang ulama. Beliau juga menyebarkan Islam dengan cara berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sungguh pun beliau merantau namun sempat juga menghasilkan beberapa buah karangan. Di antaranya yang diberi judul Tajwid Fatihah. Karya beliau pula ialah Tajwid al-Quran, diselesaikan di Pontianak, hari Isnin, 8 Ramadan 1347 H. Cetakan pertama kedua-dua karya tersebut dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, 29 Jamadilawal 1348 H. Menurut keterangan anak beliau, Fauzi Arsyad masih ada beberapa buah karangan Muhammad Arsyad, ayahnya itu, di antaranya ialah Ilmu Ushul Fiqh. Dengan sangat disesali saya hanya memperoleh dua judul yang tersebut di atas saja, ketika saya menyusun buku Syeikh Muhd. Arsyad Al-Banjari Matahari Islam (1402 H/1982 M) beliau berjanji akan membongkar kitab-kitab yang ada dalam simpanan untuk mendapatkan semua karangan ayahnya, namun hingga beliau meninggal dunia karangan-karangan yang dimaksudkan gagal diperoleh. Ilmu Ushul Fiqh termasuk salah satu ilmu yang tidak banyak ditulis dalam bahasa Melayu, Prof. Dr. Hamka menulis, “Orang pertama menulis Ilmu Ushul Fiqh dalam bahasa Melayu ialah Dr. Haji Abdul Karim Amrullah yang diberinya judul Sullamul Ushul Yurqabihi Samma’u Ilmul Ushul, selesai ditulis pukul 6.30 pagi, hari Sabtu, 24 Muharam 1333 H atau 12 Disember 1914 M di Jambatan Besi, Padang Panjang.” Jika ushul fiqh karya Muhammad Arsyad bin Haji Muhammad Thasin dapat ditemui tentu kita dapat membandingkannya dengan karya ayah atau orang tua Buya Hamka itu. Kemungkinan karya ulama keturunan Banjar itu lebih dulu atau pun jika terkemudian rasanya dalam jarak tahun yang tidak begitu jauh. Kerana kedua-dua ulama yang berasal dari Banjar dan Minangkabau itu menjalankan aktiviti pendidikan, dakwah dan penulisan adalah dalam tahun-tahun yang bersamaan.
Senin, 09 Juli 2007
* Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari
SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
Nama Syaikh Muhammad Arsyad menempati hati masyarakat Kalimantan dan Indoensia sebagai ulama besar dan pengembang ilmu pengetahuan dan agama. Belum ada tokoh yang mengalahkan kepopuleran nama Syaih Arsyad Al-Banjari. Karya-karyanya hinga kini tetap dibaca orang di masjid dan disebut-sebut sebagai rujukan. Nama kitabnya Sabilal Muhtadin diabadikan untuk nama Masjid Agung Banjarmasin. Nama kitabnya yang lain Tuhfatur Raghibin juga diabadikan untuk sebuah masjid yang tak jauh dari makam Syaikh Arsyad. Tak hanya itu, hampir seluruh ulama di Banjarmasin masih memiliki tautan dengannya. Baik sebagai keturunan atau muridnya. Sebut saja nama almarhum K.H. Zaini, yang dikenal dengan nama Guru Ijay itu, adalah keturunan Syaikh Arsyad. Hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Malaysia, pernah menimba ilmu dari syaikh atau dari murid-murid syaikh.
Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kesultanan Indragiri Abd Rahman Shiddiq,[1] berpendapat bahwa ia adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.
Galur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[1][2][3]
Ayahnya Abdullah tercatat sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat lain menyebut bahwa apakah Sayid Abu Bakar As-Sakran atau Sayid Abu Bakar bin Sayid `Abdullah Al-’Aidrus yang dikatakan berasal dari Palembang itu kemudian pindah ke Johor, dan lalu pindah ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Kepulauan Sulu, yang kemudian memiliki keturunan kalangan sultan di daerah itu. Yang jelas, para sultan itu masih memiliki tali temali hubungan dengan Syaikh Arsyad yang berinduk ke Hadramaut, Yaman. Bapaknya Abdullah merupakan seorang pemuda yang dikasihi sultan (Sultan Hamidullah atau Tahmidullah bin Sultan Tahlilullah 1700-1734 M).
Bapaknya bukan asal orang Banjar,tetapi datang dari India mengembara untuk menyebarkan Dakwah,Beliau seorang ahli seni ukiran kayu. Semasa ibunya hamil,kedua Ibu Bapaknya sering berdo’a agar dapat melahirkan anak yang alim dan zuhud. Setelah lahir,Ibu Bapaknya mendidik dengan penuh kasih sayang setelah mendapat anak sulung yg dinanti-nantikan ini. Beliau dididik dengan dendangan Asmaul-Husna,disamping berdo’a kepada Allah.Setelah itu diberikan pendidikan al-qur’an kepadanya. Kemudian barulah menyusul kelahiran adik-adiknya yaitu ; ’Abidin, Zainal abidin, Nurmein, Nurul Amein.
Muhammad Arsyad lahir di Banjarmasin pada hari Kamis dinihari, pukul 03.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H atau 17 Maret 1710 M.
Semasa Kecil
Sejak kecil, Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari Cergas dan Cerdas serta mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Kehebatan beliau sejak kecil ialah dalam bidang seni Lukis dan seni tulis, sehingga siapa saja yang melihat karyanya akan merasa kagum dan terpukau.
Pada suatu hari, sultan mengadakan kunjungan kekampung-kampung, Pada saat baginda sampai kekampung lok Gabang, Baginda berkesempatan melihat hasil karya lukisan Muhammad Arsyad yang indah lagi memukau hati itu. justeru Sultan berhajat untuk memelihara dan mendidik Muhammad Arsyad yang tatkala itu baru berusia 7 tahun.
Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang soleha bernam Tuan Bajut, Hasil perkawinan beliau memperoleh seorang putri yang diberinam Syarifah.
Beliau telah meneruskan pengembaraan ilmunya ke Mekah selama 30 tahun dan Madinah selama 5 tahun. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh sultan.
Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut adalah Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis (yang kemudian menjadi menantu Syaikh). Guru yang banyak disebut adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani Al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Arsyad tinggal di sebuah rumah di Samiyah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Syeikh Arsyad juga belajar kepada guru-guru Melayu di Arab Saudi, seperti Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok Al-Fathani (Thailand Selatan), Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani.
Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah hingga ke pengarangnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang, Sumatera Barat) dalam beberapa buah karya beliau. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil jasa-jasanya membuka mata rakyat Banjar atau dunia Melayu.
Rekan-rekan Arsyad selama di Mekah kemudian juga menjadi ulama terkenal. Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani pengarang Sayrus Salaikin, Syeikh `Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi (akkek Sayid `Utsman bin Yahya, Mufti Betawi yang terkenal), Syeikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durrun Nafis, Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar As-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil), Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad At-Tarmasi (Termas, Jawa Timur), Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim Al-Fathani (Thailand Selatan), dan banyak lagi.
Penulisan
Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekali gus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahawa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. Ketika mulai pulang ke Banjar, sememangnya beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut-paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan.
Karya-karya Syeikh Arsyad banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi yang memang diperuntukkan untuk bangsanya. Meskipuin ia memiliki kemampuan menulis berbagai kitab dalam bahasa Arab, tapi, ia lebih suka menuliskannya dalam bahasa Jawi. Ia mengajarkan kitab-kitab semacam Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali kepada para muridnya.
Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini:
1. Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M
2. Luqtah al-’Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M.
3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M
4. Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.
5. Kitab Bab an-Nikah.
6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
7. Kanzu al-Ma’rifah
8. Ushul ad-Din
9. Kitab al-Faraid
10.Hasyiyah Fat-h al-Wahhab
11.Mushhaf al-Quran al-Karim
12.Fat-h ar-Rahman
13.Arkanu Ta’lim as-Shibyan
14.Bulugh al-Maram
15.Fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’
16.Tuhfah al-Ahbab
17.Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.
Ada pun karyanya yang pertama, iaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut:
Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, “Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu’minin bagi `Alim al-Fadhil al-’Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.”
Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, “Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin …” Pada halaman lain, “Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangkan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu’minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, pen al-’Alim al-’Allamah al-’Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.”
Pada cetakan Istanbul, yang kemudian dicetak kembali oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura tahun 1347 H, iaitu cetakan kedua dinyatakan, “Tuhfatur Raghibin … ta’lif al-’Alim al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.” Di bawahnya tertulis, “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu `Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad `Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …”. Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi”.
Terakhir sekali Mahmud bin Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mencetak kitab Tuhfah ar-Raghibin itu disebutnya cetakan yang ketiga, nama Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari tetap dikekalkan sebagai pengarangnya.
Daripada bukti-bukti di atas, terutama yang bersumber daripada Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani dan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq adalah cukup kuat untuk dipegang kerana kedua-duanya ada hubungan dekat dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari itu. Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani adalah sahabat Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari sedangkan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq pula adalah keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari. Mengenai karya-karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari yang tersebut dalam senarai, insya-Allah akan dibicarakan pada kesempatan yang lain.
Masih banyak lagi tulisan dan catatan syaikh yang disimpan kalangan muridnya yang kemudian diterbitkan di Istambul (Turki), Mesir, Arab Saudi, Mumbai (Bombai), Singapura, dan kemudian Jakarta Surabaya, dan Cirebon. Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.
Keturunan
Zurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang menjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar.
Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah :
l. H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “perukunan Jamaluddin”.
2. H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”.
3. H. Fathimah binti Arsyad, anak kandung, penulis kitab “Perukunan Besar”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu.
4. H. Abu Sa’ud, Qadhi.
5. H. Abu Naim, Qadhi.
6. H. Ahmad, Mufti.
7. H. Syahabuddin, Mufti.
8. H.M. Thaib, Qadhi.
9. H. As’ad, Mufti.
10.H. Jamaluddin II., Mufti.
11.H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau), pengarang kitab “Risalah amal Ma’rifat”, “Asranus Salah”, “Syair Qiyamat”, “Sejarah Arsyadiyah” dan lain lain.
12. H.M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”.
13. H. Thohah Qadhi-Qudhat, penbina Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Martapura.
14. H.M. Ali Junaedi, Qadhi.
15. Gunr H. Zainal Ilmi.
16. H. Ahmad Zainal Aqli, Imam Tentara.
17. H.M. Nawawi, Mufti.
18. Dan lain-lain banyak lagi.
Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat-zurrivat Syeikh Arsyad yang menjadi ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah.
Sebagai kami katakan di atas, Syeikh Mubammad Arsyad bin Al Banjari dan sesudah beliau, zurriyat-zariyat beliau adalah penegak-penegak Madzhab Syafi’i dan faham Ahlussunna,h wal Jama’ah, khususnya di Kalimantan.
Syaikh Arsyad wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 3 Oktober 1812 M. Beliau meninggal dunia pada usia 105 tahun dengan meninggalkan sumbangan yang besar terhadap masyarakat islam di Nusantara.
Makamnya dianggap keramat dan hingga kini masih diziarahi orang. Haulnya pada Syawwal lalu dihadiri Menteri Agama RI H. Muhamamd Maftuch Basyuni bersama ribuan masyarakat, termasuk dari Malaysia, Sumatera, dan Jawa.
Mudah-mudahan Allah menurunkan rahmat kepada keluarga mereka dan kita semuanya, amin-amin.
Tags: syaikh arsyad, al banjari
Prev: SEMOGA ALLAH MENYATUKAN KITA
Next: Tuhfatur Raghibin Karya Syaikh Arsyad Banjar
Jumat, 06 Juli 2007
Tuan hussin kedah al-banjari
Tuan Guru Tuan Hussain Muhammad Nasir al-Mas’udi al-Banjari رحمه الله تعالىhref="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimcXwp6JD6Yny7uFREu07Zi2bLXkC9B2jaM-gNW35EWKp8RFeHloFwefEX5Ff_LrqwuxFCVlxsSoQrKQX6m1e4C_ElMcPdcpcHR0NsUxkzflmd5dXWiGK4nSvPxNrc70wy8stR9rc7KWM/s1600-h/11+-+ba_02_big.jpg">
Gambar asy-Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Tuan Guru Tuan Hussin Kedah dan Tuan Guru Haji Ahmad bin Tuan Hussin
Abu Abdullah Hussin bin Muhammad Nasir bin Muhammad Thayyib bin Mas’ud bin Qadhi Abu Su’ud bin Syaikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari dilahirkan pada hari Ahad 20 Jumadil Awwal 1280H bersamaan 2 November 1863 di Titi Gajah, Kedah. Nama timangan sewaktu kecilnya adalah Che Megat. Gelaran Megat diperolehi kerana ayah beliau Haji Muhammad. Nasir, seorang kebanyakan telah berkahwin dengan Tengku Fathimah binti Tengku Mahmud, seorang kerabat Diraja Kubang Pasu, Darul Qiyam. Kemudiannya beliau mashyur dengan nama Tuan Guru Tuan Hussin Kedah.Keturunan Tuan Hussin Kedah adalah berasal dari Kelompoyan Martapura Banjarmasin, Kalimantan, Indonesia. Dan beliau adalah dari keturunan seorang ulama yang sangat tersohor di Nusantara iaitu Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pengarang kitab Sabil al-Muhtadin. Sejarah kedatangan keturunan beliau ke Kedah adalah apabila datuk kepada datuknya yang bernama Qadhi Haji Abu Su’ud diceritakan bahawa beliau pulang dari Makkah untuk meneruskan perjalanannya pulang ke Banjar telah singgah di Kedah. Apabila sultan Kedah mendapat tahu kehadiran ulama Banjar ini maka baginda Sultan Kedah telah meminta kepadanya supaya tinggal di Kedah untuk menjadi guru baginda dan juga rakyat Kedah.Di Kedah Qadhi Haji Abu Su’ud al-Banjari atas kehendak Sultan Kedah telah kahwin dengan perempuan bernama Rajmah. Dari perkahwinan itu memperoleh anak dinamakan Mas’ud, iaitu moyang kepada Tuan Hussin Kedah.
Moyang kepada Tuan Hussin Kedah ini iaitu Haji Mas’ud bin Qadhi Abu Su’ud selain menjadi ulama di Kedah, beliau juga dilantik oleh Sultan Kedah, menjadi salah seorang panglima perang kerajaan Kedah ketika menentang kerajaan Thai (Siam Budha). Dan beliau gugur sebagai syahid ketika peperangan menentang Thai.Pendidikan dan Membuka Pondok
Tuan Hussin Kedah mendapat didikan awal dari datuknya Haji Muhammad Thayyib bin Mus’ud al-Khalidi an-Naqsyabandi dipondok Titi Gajah. (Insyaallah, tulisan mengenai tokoh ini akan paparkan keblog ini nanti). Seterusnya beliau menyambung pelajarannya di di Pondok Bendang Daya, Fathani. Beliau sempat belajar dengan Tuan Guru Syaikh Haji Wan Mushthafa bin Muhammad al-Fathani (Tok Bendang Daya I) dan selanjutnya kepada anak beliau, Syaikh Abdul Qadir bin Syaikh Wan Mushthafa (Tok Bendang Daya II). Ketika di Bendang Daya dipercayai beliau bersahabat dengan Wan Ismail bin Mushthafa al-Fathani (Tok Ayah Doi – pengasas pondok Gajah Mati, Kedah) dan Tok Kelaba. Selain di Bendang Daya, Tuan Husein Kedah juga pernah belajar di Pondok Semela, pondok dimana datuknya pernah menuntut ilmu. Tuan Hussain Kedah telah merantau ke Kelantan, Terengganu, Singapura, Johor dan Perak untuk mendalami ilmu agama. Setelah lama di perantauan mencari ilmu, beliau kembali ke Titi Gajah dengan niat untuk membantu datuknya mengajar.Memang sudah menjadi tradisi pada zaman tersebut, tidak lengkap ilmu seseorang sekiranya tidak melanjutkan pelajaran ke Mekah, yang merupakan pusat ilmu ketika itu. Maka pada tahun 1892, beliau berangkat ke Mekah bersama isterinya iaitu Wan Khadijah binti Wan Yusuf untuk mengerjakan haji dan menambahkan pengetahuan agamanya. Ketika di Mekah beliau sempat berjumpa dan berguru dengan ulama-ulama besar disana seperti Syaikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Umar Sumbawa, Syaikh Ahmad Umar Bali, Syaikh Ahmad Lingga, Syaikh Wan Ahmad al-Fathani dan ramai lagi.
Apabila Tuan Hussain pulang dari Mekah pada tahun 1896M, beliau meneruskan pengajarannya di pondok Titi Gajah dan pada waktu yang sama beliau ditawarkan untuk membuka pondok di kampung Alor Ganu, sebuah perkampungan yang berhampiran. Beliau menerima tawaran tersebut dan mengajar di sana selama tiga tahun.Pada tahun 1900, beliau berpindah Bohor dan membuka pondoknya di sana. pelajar-pelajar lelaki dan perempuan di pondok Bohor berumur antara 15 hingga 60 tahun. Terdapat dua kumpulan pondok iaitu Pondok Dalam di mana disediakan untuk orang yang sudah berkeluarga dan Pondok Luar untuk anak-anak bujang. Tuan Hussin mengendalikan pondoknya di Bohor selama 12 tahun sehingga beliau terkenal dengan panggilan “Tuan Hussain Bohor”.
Pada tahun 1912, Tuan Hussin berpindah pula ke Bagan Ulu dan membuka pondok di situ. Tempat ini sekarang dikenali sebagai Pantai Merdeka. Pelajar-pelajarnya berjumlah lebih 400 orang. Antara pelajar-pelajarnya yang terkenal ialah Dato’ Haji Abdul Rahman bin Haji Abdullah atau lebih dikenali sebagai Tuan Guru Haji Abdul Rahman Merbok (gambar sebelah). Tuan Hussin mentadbir pondok Bagan Ulu selama 8 tahun sebelum membuka pondok baru di Selengkoh, Mukim Sungai Limau. Keadaan persekitaran di Selengkoh yang becak mengurangkan penuntut Tuan Hussin. Beliau berkhidmat di sana selama 4 tahun dan kemudiannya berangkat mengerjakan fardhu haji bersama anak dan cucu-cucunya.Kepulangannya dari Mekah pada tahun 1924M telah memberi ilham kepada Tuan Hussin untuk membuka pondok baru pula di Padang Lumat. Dan seterusnya beliau membuka pondok di Pokok Sena, Seberang Perai pada akhir tahun 1929M. Tuan Hussin Kedah adalah seorang ulama yang wara’ dan rajin beribadah. Sering membawa tongkat ketika berjalan Beliau bertariqat Syattariah. Beliau adalah seorang tuan guru pondok yang tegas. Pelajarnya tidak dibenarkan merokok dan berambut panjang. Tuan Hussin Kedah adalah seorang ulama besar yang sangat gigih dalam perjuangan menggunakan kalam (perkataan) dan qalam (pena/penulisan) demi penyebaran ilmu pengetahuan Islam. Dalam kesibukan mengajar, beliau masih sempat untuk menulis kitab untuk diwariskan kepada generasi seterusnya. Antara kitab-kitab tulisannya adalah:-
an-Nurul Mustafid fi Aqaidi Ahlit Tauhid, diselesaikan pada tahun 1305H/1888M. Kandungannya membicarakan tentang tauhid, akidah Ahlis Sunnah wal Jamaah. Kitab ini adalah kitab pertama yang beliau karang.
Tamrinush Shibyan fi Bayani Arkanil Islam wal Iman, diselesaikan pada hari Sabtu, 1 Syaaban 1318H. Menggunakan nama Husein Nashir bin Muhammad Thaiyib al-Mas’udi al-Banjari. Kandungannya membicarakan tauhid, akidah Ahlis Sunnah wal Jamaah dinyatakan rujukannya ialah Ummul Barahin, Syarah Hudhudi, karya as-Suhaimi, Hasyiyah Syarqawi dan Dhiyaul Murid. Dicetak oleh Mathba’ah Dar Ihya’ al-Kutub al-’Arabiyah, Mesir, Zulkaedah 1346H, ditashhih oleh Ilyas Ya’qub al-Azhari.
Hidayatus Shibyan fi Ma’rifatil Islam wal Iman, menggunakan nama Abi Abdullah Husein Nashir bin Muhammad Thaiyib al-Mas’udi al-Banjari. Diselesaikan pada hari Isnin, 18 Muharam 1330H. Kandungannya membicarakan tentang tauhid dan fekah. Cetakan yang pertama Mathba’ah At-Taraqqil Majidiyah al-’Utsmaniyah 1330H. Dicetak pula oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura, 1345H/1927H. Ditashhih oleh Syeikh Idris bin Husein al-Kalantani.
Kisarul Aksir lish Shaghir `indal Kabir li Ma’rifatillahil `Alimil Khabir, diselesaikan pada hari Khamis, 25 Rabiulakhir 1336H. Kandungannya membicarakan tentang tasauf dan thariqat. Cetakan yang ketiga, Al-Huda Press, Pulau Pinang, Safar 1356H/April 1937M.
Hidayatul Athfal, diselesaikan pada 1336H. Kandungannya pelajaran tauhid untuk kanak-kanak.
Hidayatul Mutafakkirin fi Tahqiqi Ma’rifati Rabbil `Alamin, diselesaikan pada 3 Rabiulakhir 1337H. Kandungannya membicarakan tentang tauhid, menurut akidah Ahli Sunnah wal Jamaah. Cetakan yang pertama Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura, 1345H/1927M. Cetakan yang kelima, Mathba’ah Persama, 83-85, Achen Street, dekat Masjid Melayu, Pulau Pinang, 1377H/1957M.
Tafrihus Shibyan fi Maulidin Nabi min Waladi `Adnan, diselesaikan pada hari Selasa 3 Rabiulawal 1341H. Kandungannya mengenai sejarah kelahiran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم Dicetak oleh Mathba’ah Persama, 83-85, Acheh Street, dekat Masjid Melayu, Pulau Pinang, 1382H/1962M.
Tazkiru Qabailil Qadhi, diselesaikan pada 1343H. Kandungannya merupakan Terjemahan Hadits Jawahir al-Bukhari, terdiri daripada dua juzuk, yang telah dijumpai hanya juzuk yang pertama saja. Cetakan yang pertama, Al-Maktabah Zainiyah, Taiping Perak, 1350H Dicatatkan: “Titah membenarkan dicetak dari bawah Duli Yang Maha Mulia as-Sultan Perak atas minit paper Qadhi Kuala Kangsar nombor 149/30”.
Bidayatut Thalibin ila Ma’rifati Rabbil `Alamin, diselesaikan 1344H. Kandungannya membicarakan ilmu tauhid. Cetakan yang kedua The United Press, No. 3 Dato’ Keramat Road, Pulau Pinang, 1357 Hijrah. Ditashhih oleh Ilyas Ya’qub al-Azhari.
‘Alaqatul Lamiyah wash Sharfiyah, diselesaikan 1345H. Kandungannya membicarakan ilmu sharaf atau perubahan perkataan dalam bahasa Arab.
Ushulut Tauhid fi Ma’rifati Thuruqil Iman lir Rabbil Majid, diselesaikan 6 Syawal 1346H. Kandungannya membicarakan falsafah ilmu tauhid dan ilmu fekah. Dicetak oleh Mathba’ah az-Zainiyah, Taiping, Perak, hari Jumaat, 4 Jamadilakhir, 1347H (cetakan kedua). Cetakan ulangan oleh percetakan yang sama tahun 1355H (cetakan ketiga). Dicetak semula dengan kebenaran anak pengarangnya Tuan Guru Haji Ahmad bin Tuan Husein, Qadhi Besar Pulau Pinang dan Seberang Perai kepada The United Press, Pulau Pinang, selesai cetak 11 Jumadilawwal 1393H
Hidayatun Nikah, diselesaikan 1347H. Kandungannya membicarakan perkara-perkara mengenai nikah kahwin.
Qathrul Ghaitsiyah fi `Ilmish Shufiyah `ala Syari’atil Muhammadiyah, diselesaikan 25 Jumadilawwal 1348H. Kandungannya membicarakan tasawuf. Cetakan yang kedua, Mathba’ah Persama, 93 Acheh Street, Pulau Pinang.
Majmu’ul La-ali lin Nisa’ wal Athfaliyi, juzuk yang pertama, disele- saikan pada hari Jumaat, 5 Jamadilakhir 1350H. Kandungan mukadimahnya menyatakan bahawa judul ini terdiri daripada sepuluh juzuk. Juzuk yang pertama, membicarakan hukum taharah dalam bentuk soal-jawab. Cetakan yang ketiga The United Press, Pulau Pinang, Jamadilakhir 1360H.
Majmu’ul La-ali lin Nisa’ wal Athfaliyi, juzuk ke-2, diselesaikan petang Isnin, 20 Rejab 1350H. Kandungannya membicarakan tentang sembahyang dalam bentuk soal-jawab. Tidak terdapat nama percetakan. Dicetak pada 22 Jumadilakhir 1352H (cetakan kedua), dinyatakan bahawa terdapat tambahan daripada cetakan yang pertama. Cetakan yang ketiga The United Press, Pulau Pinang, 3 Jumadilakhir 1360H.
Tabshirah li Ulil Albab, diselesaikan tahun 1351H. Kandungannya membicarakan tentang akidah/tauhid.
Hidayatul Ghilman, diselesaikan pada tahun 1351H. Kandungannya membicarakan tentang akidah/tauhid yang ditulis dalam bahasa Arab.
Nailul Maram fi ma Yujabu Husnul Khitam, diselesaikan pada hari Ahad, 6 Sya’ban 1354H. Kandungannya membicarakan tentang beberapa amalan zikir dan wirid untuk mendapatkan husnul khatimah. Dicetak oleh The United Press, dikeluarkan oleh Haji Ahmad bin Tuan Husein dengan catatan: “Dicap risalah ini untuk mendapat khairat bagi al-Madrasah al-Khairiyah al-Islamiyah, Pokok Sena, Kepala Batas, Seberang Perai.”
Tanbihul Ikhwan fi Tadbiril Ma’isyah wat Taslikil Buldan, diselesaikan pada tahun 1354H. Kandungannya membicarakan tentang penghidupan dan pentadbiran pemerintahan.
Bunga Geti, diselesaikan pada tahun 1354H. Kandungannya membicarakan tentang sembahyang qadha atau mengganti sembahyang yang ketinggalan. Kitab ini merupakan kitab terakhir yang beliau tulis
Meninggal DuniaMenurut catatan dari kelaurganya ketika beliau jatuh sakit, Tengku Abdullah; bekas muridnya meminta beliau pulang ke Kedah. Dan beliau pulang ke Kedah setelah dirayu oleh anaknya. Tengku Abdullah telah mengambil beliau di Pokok Sena dan dibawa ke rumahnya di Batu 16, Padang Lumat, dan pada 18 Zulkaedah 1354H bersamaan 10 Februari 1936M, dengan kehendak Allah Tuan Hussin pulang ke rahmatullah dan jenazahnya telah dikebumikan di perkuburan Titi Gajah. Perjuangannya diteruskan oleh anakandanya iaitu Tuan Guru Haji Ahmad Tuan Hussin, yang juga merupakan Qadhi Besar, Pulau Pinang.Demikianlah sekelumit kisah ulama seorang ulama tersohor dan berjasa. Peranannya dalam pendidikan, dakwah dan penulisan dalam seharusnya menjadi contoh kepada generasi ulama sekarang. Akhirkata, marilah kita hadiahkan al-Fatihah pada ulama besar ini. al-Fatihah.
Rujukan:
Tulisan al-Marhum Tuan Guru Haji Wan Muhammad Shaghir Wan Abdullah didalam kolum Ulama Nusantara, akhbar Utusan Malaysia 29 Jumadilakhir 1425H / 6 Ogos 2004
Buku Tokoh-tokoh Ulama Semenajung Tanah Melayu -1
Buku Sejarah Ulama Kedah
Portal MyKedah.
Laman Web Madrasah al-Khairiah al-Islamiah
Mufti Jamaluddin Al-Banjari
MUFTI JAMALUDIN AL-BANJARI
Dari kanan: Muhammad Saman (keturunan ulama Banjar), penulis dan Datuk Mohd Ainal Abdul Fatah Sabah (keturunan ulama Banjar).
Ahli Undang-Undang Kerajaan Banjar
Oleh WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH
SYEIKH Muhammad Arsyad al-Banjari memperoleh anak dan keturunan yang sangat ramai menjadi ulama. Dalam artikel ini mengungkapkan anak beliau yang bernama Jamaluddin. Ibu Jamaluddin bernama Go Hwat Nio atau sebutan popular dipanggil Tuan Guat saja. Tuan Guat adalah seorang Cina yang memeluk Islam oleh Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri. Adik beradik daripada ibu ini ada enam orang, yang menjadi ulama besar dan terkenal di antara mereka ialah: 1. Al-`Alim al-`Allamah Khalifah Hasanuddin. 2. Al-`Alim al-`Allamah Khalifah Zainuddin. 3. Al-`Alim al-`Allamah Mufti Haji Jamaluddin. Tiga orang lagi yang perempuan, ialah 4. Aisyah 5. Raihanah 6. Hafsah.
Al-`Alim al-`Allamah Khalifah Hasanuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (yang pertama), zuriatnya yang menjadi ulama, ialah al-`Alim al-`Allamah Mufti Haji Muhammad Khalid, al-`Alim al-Fadhil Haji Muhammad Qaim. Al-`Alim al-`Allamah Mufti Haji Jamaluddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (ketiga), zuriatnya yang menjadi ulama, ialah al-`Alim al-`Allamah Mufti Haji Muhammad Husein, al-`Alim al-Fadhil Qadi Haji Muhammad Amin, al-`Alim al-`Allamah Qadi Haji Abdus Shamad dan al-`Alim al-’Allamah Haji Muhammad Thasin. Haji Jamaluddin al-Banjari digelar juga dengan `Surgi Mukti’, lahir sekitar tahun 1780 M. Tahun wafatnya belum diketahui. Makamnya terletak di Sungai Jingah (Ku’bah), Banjar.
Adik beradik Mufti Haji Jamaluddin yang seayah tetapi berlainan ibu ialah Syarifah, ibunya bernama Tuan Bajut. Adik beradik Mufti Haji Jamaluddin daripada ibu yang lain pula ialah al-`Alim al-`Allamah Qadi Haji Abu Su`ud, al-`Alim al-`Allamah Khalifah Haji Abu Na`im, dan al-`Alim al-`Allamah Khalifah Haji Syihabuddin. Ibu mereka bernama Tuan Baiduri. Al-`Alim al-`Allamah Qadi Haji Abu Su`ud bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, sewaktu kembali daripada menunaikan haji, berkahwin lagi di Kedah dan memperoleh seorang putera, Mas`ud. Zuriatnya Tuan Husein Kedah, ulama yang terkenal di Malaysia. Mengenainya telah diperkenalkan di Ruangan Agama, Utusan Malaysia, dengan judul Husein Kedah Al-Banjari, Generasi Penerus Ulama Banjar pada 16 Ogos 2004. Al-`Alim al-`Allamah Haji Syihabuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari di Mekah, belajar kepada Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Tahun 1258 H./1842 M. raja-raja Riau di Pulau Penyengat Indera Sakti meminta kesediaannya menjadi guru di Kerajaan Riau. Adik beradik Mufti Haji Jamaluddin daripada ibu yang lain pula ialah al-`Alim al-`Allamah Haji Abdullah (wafat di Madinah) dan al-`Alim al-Fadhil Abdur Rahim. Beliau menunaikan haji dengan menaiki kapal layar, kapalnya pecah dan beliau wafat. Ibu kedua-duanya bernama Tuan Lipur. Adik beradik Mufti Haji Jamaluddin daripada ibu yang lain pula ialah al-`Alim al-`Allamah Mufti Haji Ahmad dan yang perempuan bernama Shafiyah. Ibu kedua-duanya bernama Ratu Aminah binti Pangeran Thaha bin Sultan Tahmidullah. Pada tarikh 9 Julai 2005, saya dan ahli PENGKAJI bertemu dengan keturunan Shafiyah, Kiyai Haji Muhammad Saman bin Muhammad Saleh di Hotel Pan Pacific, Kuala Lumpur. Pertemuan yang melibatkan beberapa keturunan tersebut yang berasal dari Sabah dan Banjar adalah atas kehendak dan diatur oleh Datuk Mohd Ainal bin Haji Abdul Fattah dan kawan-kawan. Kiyai Haji Muhammad Saman adalah guru agama dari Pesantren Yayasan Nurul Hikmah dan beliau juga aktif mengajar di Sabah. Kami merumuskan kerjasama penyelidikan dan pengembangan khazanah ulama silam dunia Melayu yang perlu diperkasakan. Disingkatkan riwayatnya bahawa semua adik beradik Mufti Haji Jamaluddin ada 30 orang daripada ibu seramai 11 orang.
Keluarga jadi mufti
Lingkungan keluarga dekat Mufti Haji Jamaluddin yang menjadi mufti disebut oleh Syeikh Abdur Rahman Shiddiq dalam Syajarah al-Arsyadiyah, ada 10 orang; 1. Al-`Alim al-`Allamah Haji Jamaluddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 2. Al-`Alim al-`Allamah Haji Ahmad bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 3. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad As`ad bin Utsman. 4. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Arsyad bin Mufti Haji Muhammad As`ad. 5. Al-`Alim al-`Allamah Haji Syihabuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 6. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Khalid bin `Allamah Hasanuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 7. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Nur bin al-’Alim al-’Allamah Qadi Haji Mahmud. 8. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Husein bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 9. Al-`Alim al-`Allamah Haji Jamaluddin bin Haji Abdul Hamid. 10. Al-`Alim al-`Allamah Syeikh Abdur Rahman Shiddiq bin Haji Muhammad `Afif bin `Alimul `Allamah Qadi Abu Na`im bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Daripada yang pertama hingga kelima pada zaman pemerintahan Sultan Banjar. Sedangkan keenam hingga 10 pada zaman penjajahan Belanda.
Daripada maklumat yang lain, golongan keluarga ini yang menjadi Mufti, ialah : 1. Haji Muhammad Husein bin Mufti Haji Jamaluddin. 2. Haji Abdul Jalil bin Mufti Haji Syihabuddin. 3. Haji Muhammad Yunan bin Mufti Haji Muhammad Amin. 4. Haji Sa`id bin Haji Abdur Rahman. 5. Haji Mukhtar bin Qadi Haji Hasan. Jadi, bererti 10 orang yang di atas ditambah 5 orang, kesemuanya 15 orang. Kemungkinan masih ramai yang belum diketahui.
Keluarga jadi qadi
Keluarga ini yang menjadi qadi, yang telah diketahui sekurang-kurangnya 25 orang, ialah: 1. Al-`Alim al-`Allamah Qadi Abu Su`ud bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 2. Al-`Alim al-`Allamah Qadi Abu Na`im bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 3. Al-`Alim al-`Allamah Haji Mahmud bin Haji Muhammad Yasin. 4. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Amin bin Mufti Haji Jamaluddin al-Banjari. 5. Al-`Alim al-Fadhil Haji Muhammad Ali al-Junaidi bin Qadi Haji Muhammad Amin. 6. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Sa`id al-Jazuli bin Qadi Haji Su`ud. 7. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Amin bin Qadi Haji Mahmud. 8. Al-`Alim al-`Allamah Haji Abdus Shamad bin Mufti Haji Jamaluddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. 9. Al-`Alim al-`Allamah Haji Muhammad Jafri bin Qadi Haji Abdus Shamad. 10. Al-`Alim al-Fadhil Qadi Haji Bajuri. 11. Al-`Alim al-Fadhil Haji Muhammad As`ad bin Mufti Haji Muhammad Nur bin Qadi Haji Mahmud. 12. Haji Ibrahim bin Mufti Haji Jamaluddin. 13. Haji Abu Talhah bin Qadi Abdus Shamad. 14. Haji Muhammad Thaiyib bin Haji Muhammad Qasim. 15. Haji Muhammad bin Haji Muhammad Qasim. 16. Haji Zainal bin Lebai Darun. 17. Haji Abdur Rahman bin Qadi Haji Muhammad Sa`id. 18. Haji Qasim bin Mu’min. 19. Haji Muhammad Sa`id bin Mu’min. 20. Haji Muhammad Arsyad bin Qadi Haji Abdur Rahman. 21. Haji Hasan bin Mufti Haji Muhammad Sa`id. 22. Haji Abdur Rauf. 23. Haji Abdul Jalil bin Qadi Haji Muhammad Arsyad. 24. Haji Ahmad bin Abu Naim. 25. Haji Muhammad Arsyad bin Qadi Haji Abdur Rauf.
Aktiviti
Haji Jamaluddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan Islam secara mendalam daripada ayahnya, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Selain sebagai Mufti Martapura, Haji Jamaluddin juga giat mengajar sama ada orang awam atau pun golongan istana kesultanan Banjar. Haji Jamaluddin, Mufti Martapura yang paling besar pengaruhnya pada masa pemerintahan Sultan Adam (1825 M - 1857 M), beberapa orang peneliti sejarah berpendapat bahawa Undang-Undang Sultan Adam (1251 H / 1835 M) adalah banyak dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan Mufti Haji Jamaluddin. Sebagai bukti pada Fasal 31, terdapat nama beliau, tertulis sebagai berikut, “Sekalian kepala-kepala jangan ada yang menyalahi pitua Haji Jamaluddin ini namun orang lain yang menyalahi apabila ikam tiada kawa manangat lekas-lekas bapadah kayah di aku.” Fasal 31 tersebut ditulis dengan sangat panjang. Menurut kertas kerja Abdurrahman S.H. (sekarang Hakim Agung Indonesia) tertulis dalam bahasa Banjar huruf Latin / Rumi ejaan lama, seperti huruf `u’ masih menggunakan `oe’. Abdurrahman S.H. juga mencantumkan dalam kertas kerjanya itu teks dalam bahasa Belanda. Beliau menyimpulkan Fasal 31 tersebut bahawa “tentang tata pemerintahan hanyalah bagian pertama saja sedang bagian akhir adalah mengenai nazar.” Selanjutnya Abdurrahman S.H. memberi komentar, “Tetapi yang penting di sini adalah suatu hal yang luar biasa bagi seorang ulama kalau fatwanya dimasukkan ke dalam salah satu pasal daripada undang-undang kerajaan sehingga mempunyai otoritas tersendiri sebagai hukum negara. Suatu hal yang jarang terjadi di mana-mana.”
Selain hal-hal yang tersebut di atas, Mufti Haji Jamaluddin al-Banjari adalah seolah-olah sebagai seorang pendamai perselisihan keluarga Diraja Banjar dan pemegang “Surat Wasiat Sultan Adam”. Dalam bulan Disember 1855 Sultan Adam menulis surat wasiat yang kandungannya bertujuan pengganti Sultan Adam sebagai sultan ialah Pangeran Hidayatullah. Kepada puteranya Pangeran Prabu Anom, dan cucunya Pangeran Tamjidillah diancam dengan hukuman mati, jika menghalangi surat wasiat itu. Surat Wasiat Sultan Adam yang tersebut juga dipegang oleh Mufti Haji Jamaluddin al-Banjari.
Penulisan
Karya Mufti Haji Jamaluddin al-Banjari yang paling terkenal di seluruh dunia Melayu ialah `Perukunan Jamaluddin’. Pada semua cetakan `Perukunan Jamaluddin’ dapat dipastikan bahawa kitab yang tersebut memang karya beliau. Namun masih ada pendapat yang mengatakan bahawa kitab tersebut adalah karya saudara perempuannya bernama Syarifah binti Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Pendapat yang lain pula ada yang mengatakan adalah karya anak saudaranya yang bernama Fatimah. Pada pandangan saya, sebelum menghuraikan mengenai ini perlulah kita mengenali pelbagai versi kitab yang dinamakan Perukunan. Setelah kita mengenali pelbagai versi, barulah kita dapat menentukan pengarangnya. Ada yang dinamakan `Perukunan’ saja. Ada yang dinamakan Perukunan Jamaluddin. Ada yang dinamakan Perukunan Besar. Ada yang dinamakan Perukunan Melayu. Ada yang dinamakan Perukunan Jawa. Ada yang dinamakan Perukunan Sunda. Dan terakhir sekali ada yang dinamakan Perukunan Bugis. Tiga jenis `Perukunan’ yang terakhir Jawa,Sunda dan Bugis tidak perlu dibicarakan di sini kerana ketiga-tiganya hanyalah merupakan terjemahan saja daripada Perukunan Melayu. Terlebih dulu di bawah ini diambil data beberapa buah cetakan awal `Perukunan’ yang dinisbahkan sebagai karya Mufti Haji Jamaluddin al-Banjari, iaitu yang dicetak oleh Mathba’ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1315 H/1897 M. Pada kulit depan tertulis, “Ini kitab yang bernama Perukunan karangan asy-Syeikh al-`Alim Mufti Haji Jamaluddin ibnu al-Marhum al-`Alim al-Fadhil asy-Syeikh Muhammad Arsyad Mufti Banjari.” Karya Mufti Haji Jamaluddin al-Banjari yang lain, yang kurang diketahui umum, Bulugh al-Maram fi Takhalluf al-Muafiq fi al-Qiyam (1247 H/1831 M).
Kamis, 05 Juli 2007
Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari
SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
Nama Syaikh Muhammad Arsyad menempati hati masyarakat Kalimantan dan Indoensia sebagai ulama besar dan pengembang ilmu pengetahuan dan agama. Belum ada tokoh yang mengalahkan kepopuleran nama Syaih Arsyad Al-Banjari. Karya-karyanya hinga kini tetap dibaca orang di masjid dan disebut-sebut sebagai rujukan. Nama kitabnya Sabilal Muhtadin diabadikan untuk nama Masjid Agung Banjarmasin. Nama kitabnya yan lain Tuhfatur Raghibin juga diabadikan untuk sebuah masjid yang tak jauh dari makan Syaikh Arsyad. Tak hanya itu, hampir seluruh ulama di Banjarmasin masih memiliki tautan dengannya. Baik sebagai keturunan atau muridnya. Sebut saja nama almarhum K.H. Zaini, yang dikenal dengan nama Guru Ijay itu, adalah keturunan Syaikh Arsyad. Hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Malaysia, pernah menimba ilmu dari syaikh atau dari murid-murid syaikh.
Ulama yang memiliki nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman Al-Banjari itu ternyata memang bukan orang biasa. Ia adalah cicit Sayid Abu Bakar bin Sayid Abdullah Al-’Aidrus bin Sayid Abu Bakar As-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman As-Saqaf bin Sayid Muhammad Maula Dawilah Al-’Aidrus. Silisahnya kemudian sampai pada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah. Dengan demikian Syaikh Arsyad masih memiliki darah keturunan Rasulullah.
Menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang pengamat sejarah Melayu asal Malaysia, nenek moyang Syeikh Arsyad memang terdapat perbedaan pendapat. Ada riwayat yang mengatakan bahwa nenek moyang Syaikh Arsyad adalah Sayid Abdullah bin Saiyid Abu Bakar As-Sakran yang datang ke Filipina, dan berhasil mendirikan Kerajaan Mindano. Menurut sebagian ahli sejarah yang lain, ayah Abdullah yang bernama Sayid Abu Bakar (datuk Syeikh Muhammad Arsyad) adalah Sultan Mindano, Pilipina Selatan.
Abdullah tercatat sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat lain menyebut bahwa apakah Sayid Abu Bakar As-Sakran atau Sayid Abu Bakar bin Sayid `Abdullah Al-’Aidrus yang dikatakan berasal dari Palembang itu kemudian pindah ke Johor, dan lalu pindah ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Kepulauan Sulu, yang kemudian memiliki keturunan kalangan sultan di daerah itu. Yang jelas, para sultan itu masih memiliki tali temali hubungan dengan Syaikh Arsyad yang berinduk ke Hadramaut, Yaman.
Muhammad Arsyad lahir di Banjarmasin pada hari Kamis dinihari, pukul 03.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H atau 17 Maret 1710 M. Pendidikannya ketika kecil tidak begitu jelas, tetapi pendidikannya dilanjutkan ke Mekah selama 30 tahun dan Madinah selama lima tahun. Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut adalah Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis (yang kemudian menjadi menantu Syaikh). Guru yang banyak disebut adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani Al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Arsyad tinggal di sebuah rumah di Samiyah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Syeikh Arsyad juga belajar kepada guru-guru Melayu di Arab Saudi, seperti Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok Al-Fathani (Thailand Selatan), Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani.
Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah hingga ke pengarangnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang, Sumatera Barat) dalam beberapa buah karya beliau. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil jasa-jasanya membuka mata rakyat Banjar atau dunia Melayu.
Rekan-rekan Arsyad selama di Mekah kemudian juga menjadi ulama terkenal. Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani pengarang Sayrus Salaikin, Syeikh `Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi (akkek Sayid `Utsman bin Yahya, Mufti Betawi yang terkenal), Syeikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durrun Nafis, Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar As-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil), Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad At-Tarmasi (Termas, Jawa Timur), Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim Al-Fathani (Thailand Selatan), dan banyak lagi.
Karya-karya Syeikh Arsyad banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi yang memang diperuntukkan untuk bangsanya. Meskipuin ia memiliki kemampuan menulis berbagai kitab dalam bahasa Arab, tapi, ia lebih suka menuliskannya dalam bahasa Jawi. Ia mengajarkan kitab-kitab semacam Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali kepada para muridnya.
Karya-karya Syaikh Arsyad antara lain, Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqah Imanil Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddatul Murtaddin, yang ditulis tahun 1188 H atau 1774 M. Luqtatul ‘Ajlan fil Haidhi wal Istihadhah wan-Nifas wan-Nisyan, yang ditulis tahun 1192 H atau 1778 M. Sabilull Muhtadin lit-Tafaqquhi fi Amrid-Din, karya tersohornya diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H atau tahun 1780 M. Risalah Qaulil Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H atau tahun 1781 M. Masih banyak lagi tulisan dan catatan syaikh yang disimpan kalangan muridnya yang kemudian diterbitkan di Istambul (Turki), Mesir, Arab Saudi, Mumbai (Bombai), Singapura, dan kemudian Jakarta Surabaya, dan Cirebon. Syaikh Arsyad wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 3 Oktober 1812 M. Makamnya dianggap keramat dan hingga kini masih diziarahi orang. Haulnya pada Syawwal lalu dihadiri Menteri Agama RI H. Muhamamd Maftuch Basyuni bersama ribuan masyarakat, termasuk dari Malaysia, Sumatera, dan Jawa. (Musthafa Helmy)
Tags: syaikh arsyad, al banjari
Prev: SEMOGA ALLAH MENYATUKAN KITA
Next: Tuhfatur Raghibin Karya Syaikh Arsyad Banjar
Langganan:
Postingan (Atom)